Minggu, 17 Februari 2008

Filosofi Jembatan Idealisme




Dalam hidup, terkadang kita mendapatkan hikmah dari setiap unsur peristiwa, kejadian tersebut dinamakan “filosofi hidup”. Bahkan, tidak sedikit para ahli filsuf yunani, menemukan hal-hal tersebut bersumber dari peristiwa yang mereka alami. Bahan suatu inspirasi lahir Dari idea (pemikiran) manakala mengalami sebuah pengalaman-pengalaman yang diamati baik langsung (participant observasi) maupun tidak langsung (non participant observasi), Akal tidak bisa dipisahkan dari alam semesta, karena sifatnya naturalia serta berkesinambungan. Maka menelaah simbolisme pemikiran, seorang filsuf Perancis, Rene Descartes pernah menulis sebuah buku yang cukup terkenal dengan judul, Cogito Er Gosum 'karena aku berpikir maka aku ada'.

Filsafat adalah akar ilmu pengetahuan. Lahir dari pemikiran-pemikiran manusia yang bersumber dari kejadian alam, atas dasar rasa penasaran apa yang diamati. Maka, hadirlah ilham (rentak hati) dalam diri untuk menjawab rasa penasarannya itu. Mungkin sudah kodrat manusia di ciptakan memperoleh ”rasa penasaran’, sehingga sering muncul di dalam pikirannya untuk menjawab segala rasa penasarannya. Mengapa itu terjadi ? Mengapa itu muncul ?, adalah sekian pertanyaan-pertanyaan yang menganjal pemikirannya.

Manusia dapat menangkap suatu maksud ataupun makna, kadangkala dari unsur-unsur alam , misalnya. Suatu ketika, Imam Al Ghazali seorang Imam Besar yang terkenal dengan berbagai kitab ilmu karangannya, salah satunya, ”Ihya Ulu’mud’din”, ketika sedang mendalami ilmu yang sedang di pelajarinya, ia berniat mempelajari ilmu yang dipelajarinya itu dapat dipahami secepatnya, akan tetapi mengalami kesulitan dalam menerima ilmu yang di pelajarinya tersebut, akhirnya beliau melakukan perjalanan ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Pada tempat yang di datanginya itu, ia melihat, ada setetes air yang jatuh dari atas dan mengenai sebuah batu yang sangat besar, dan tepat dimana tetesan air itu jatuh pada rongga batu dibawahnya, tetesan demi tetesan air tesebut menciptakan sebuah lobang yang cukup dalam, walaupun air itu adalah sebuah unsur yang cair, lembut, dan tidak keras.

Dengan apa yang disaksikanya itu, Imam Al Ghazali, menangkap suatu makna, bahwa, di dalam menuntut ilmu, tidaklah diperlukan seberapa cepat dan selesai menyelesaikan ilmu yang dipelajari, tapi yang lebih baik adalah : perlahan tapi dapat menerima dan memahaminya secara mendalam, seperti air yang menetes pada sebuah batu dari unsur keras tapi sanggup melobanginya. Di dalam Islam Imam Al Ghazali di kenal sebagai ahli mantiq (Filsafat), dan mengarang berbagai buku filsafat Islam.

Hukum Alamiah

Hukum berkembang sesuai kondisi dan keadaan di dalam masyarakat. Tidak hanya dalam hukum buatan manusia. Hukum Tuhan pun berlaku hal yang sama. Satu contoh : Perkawinan, pertalian darah (saudara sekandung) tidak di bolehkan, baik dalam agama apapun, ataupun menyangkut norma kesopanan, kesusilaan, dan norma umum yang berlaku dalam masyarakat. Tapi pada zaman Adam dan Hawa, tidak dilarang (haram), karena melihat kondisi pada saat itu manusia dalam jumlah yang belum banyak atau masih sedikit.

Merampas nyawa (membunuh) di dalam Islam hukumnya (haram). Dan sanksi terhadap pelakunya pun tidak main-main, qishash (hukuman mati). Tapi ketentuan ini akan berbeda terhadap orang-orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab tertentu. Bila meninjau hukum di Indonesia di persepsikan dengan hukum Islam memiliki sedikit persamaan praktik. Seorang prajurit TNI yang membunuh seseorang, pasti diproses secara hukum dengan sanksi berat. Ini akan berbeda bila prajurit TNI melakukannya dalam mengembangkan tugas di medan perang.

Kembali ke persoalan Agama. Saat Nabi Khaidir membunuh salah satu anak, dari dua orang anak yang ditemuinya ketika dalam perjalanan Spritual bersama Nabi Musa. Alasannya, bila anak itu besar nanti akan membawa petaka bagi keluarganya. Adalah sebuah artian, bahwa hukum berlaku ditentukan pada situasi dan kondisi tertentu. Padahal, kala itu hukum Taurat telah turun, serta melarang adanya pembunuhan.Bila menelusuri berbagai kisah atau peristiwa diatas, dapat diambil kesimpulan, hukum bersifat alamiah, dan dapat berubah di sesuaikan dengan gejala kejadian yang timbul di dalam masyarakat. Manusia diciptakan memiliki akal pikiran, dan akal pikiran itu lebih maju dari teknologi yang belum ada sekalipun.

Tulisan-tulisan fiksi

Banyak penulis-penulis fiksi barat, dengan karya-karya tulisannya yang memukau, fantastis, mampu mempengaruhi alam pemikiran orang untuk menarik orang untuk mengkhayalkan akan tulisannya itu. Seorang penulis asal Perancis Jules Verne karya-karyanya yang memukau, mampu menciptakan halusinasi pribadi bagi setiap pembaca yang membaca karya tulisnya. Tidak itu saja, seorang penulis Inggris yang menulis buku mengenai adanya makhluk selain manusia di planet lain (UFO). Masyarakat Barat memunculkan fantasisme pemikiran, pengaruh cerita UFO, yang hingga sampai saat ini orang-orang barat masih percaya, akan adanya makhluk hidup selain manusia di planet lain*.

Tidak ada komentar: